BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hakikat otonomi daerah adalah hak atas kebebasan masyarakat daerah dalam mengatur rumah tangganya sendiri.kebebasan mengatur itu merupakan suatu bagian dari sistem distribusi kekuasaan yang pelaksanaannya dilakukan dengan mendelegasikan
kekuasaan kepada pemerintah daerah. Desentralisasi sebagai bentuk penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah kepada pemerintah daerah, senantiasa dianut di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tugas pembantuan adalah pemberian tugas oleh pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya kepada satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengerjakan suatu urusan yang sebetulnya merupakan kewenangan pemerintah yang tingkatnya lebih tinggi, di mana pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada tingkat pemerintah yang diberi tugas.dengan diberikan dana / anggarannya oleh tingkat pemerintah yang memberi tugas
Tujuan diberikannya Tugas Pembantuan adalah untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat. Implementasi Asas Desentralisasi dalam pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dibagi dalam dua urusan, yaitu urusan wajib dan urusan pilihan, dimana hampir seluruh kewenangan tersebut sudah dilaksanakan. Implementasi Asas Tugas Pembantuan dalam pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Kabupaten yaitu Tugas Pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Kabupaten , Tugas Pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Kepada Pemerintah Kabupaten dan Tugas Pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada Desa.
Adapun latar belakang diberikannya Tugas Pembantuan di dalam Pemerintahan adalah :
1. Adanya peraturan perundang-undangan yang membuka peluang diilakukannya pemberian tugas pembantuan (pasal 18A uud 1945, UU no 32 Tahun 2004 dan UU no 33 Tahun 2004),
2. Adanya political will untuk memberikan pelayanan yang lebih baik ke masyarakat secara lebih murah, lebih cepat, lebih mudah dan lebih akurat (close to the customer)
3. Adanya political will untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat secara lebih ekonomis, efisien dan efektif, transparan serta akuntabel (value for money),
4. Adanya perubahan paradigma dimana keberadaan daerah dan desa yang kuat akan menjadikan negara kuat,
5. Citra Pemerintah Pusat akan dengan mudah diukur oleh masyarakat melalui maju dan mundurnya Desa atau Daerah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Tugas Pembantuan itu sebenarnya ?
2. Bagaimanakah arah Tugas Pembantuan itu sendiri ?
3. Bagaimanakah Proses Penganggaran Dana Tugas Pembantuan?
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah kami yaitu agar pembaca terkhusus kepada Praja IPDN dapat memahami tentang implemetasi Tugas Pembantuan yang baik dan sesuai dengan sasaran. Selain itu, agar menjadi rujukan dan pedoman bagi pembaca yang sedang mencari motivasi dalam memahami tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, Untuk mamahami pelaporan dan pertanggungjawaban dana tugas pembantuan .
D. MANFAAT
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Penulis
Menambah ilmu dan wawasan tentang pengimplementasian Tugas Pembantuan
2. Pemerintah Daerah
Sebagai masukan bagi Pemerintah daerah tentang Tugas Pembantuan agar benar-benar efektif dan seefisien mungkin dalam menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan oleh pemerintah daerah agar sesuai dengan tujuan dari pemerintah itu sendiri.
3. Pihak lain
Memberikan informasi kepada mereka tentang Implementasi Tugas Pembantuan. Agar mereka benar-benar memahami bagaimana Tugas Pembantuan dan Pertanggungjawabnnya kemudian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MEMAHAMI ASAS TUGAS PEMBANTUAN
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia dari waktu ke waktu ke waktu di kenal adanya tiga asas yakni desentralisasi,dekonsentrasi serta tugas pembantuan.Asas tugas pembantuan pada umumnya di posisikan sebagai asas komplementer atau pelengkap dari asas desentralisasi dan dekonsentrasi.
Sama seperti asas-asas lainnya,peranan asas tugas pembantuan dari waktu ke waktu juga mengalami pasang naik maupun pasang surut.Di dalam UU Nomor 22 tahun 1948 juga sudah di kenal asas medebewind,yang berarti penyerahan kewenangan tidak penuh,dalam arti penyerahannya hanya mengenai cara menjalankannya saja,sedangkan prinsip-prinsipnya di tetapkan oleh pemerintah pusat sendiri.apabila dilihat dari bentuk dan sifat kegiatannya,medebewind ini sama dengan asas tugas pembantuan yang di kenal saat ini. Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948,UU Nomor 1 tahun 1957 maupun UU Nomor 18 Tahun 1965,kewenangan yang di laksanakan dalam rangka medebewind dicantumkan dalam undang-undang pem,bentukan daerah otonom.kewenangan tambahan lainnya yang akan di-medebewind-kan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan dari undang-undang. Pada UU Nomor 5 Tahun 1974 hal tersebut tidak digunakan. Begitu pula pada UU Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan yang akan ditugas pembantuankan tidak di rinci secara jelas dan tetap,melainkan berubah-ubah tergantung pada kebutuhan.
Menurut pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 1974,tugas pembantuan dari pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diatur dengan undang-undang, sedangkan tugas pembantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat 1 kepada Pemerintah Daerah Tingkat II di atur dengan peraturan Daerah Tingkat 1 bersangkutan. Sampai UU Nomor 5 Tahun 1974 di cabut,belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus mengenai tugas pembantun,meskipun asas tersebut secara factual di laksanakan. Pengaturannya di tempelkan pada berbagai undang-undang yang mengatur kewenangan pada masing-masing sector.
Pada UU Nomor 22 tahun 1999,tidak terdapat bab secara khusus yang mengatur tentang tugas pembantuan.pengaturannya tersebar pada pasal 13 untuk penugasan dari pemerintahan pusat kepada Daerah,dan pasal 100 untuk penugasan dari Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah kepada Desa Di dalam pasal 13 ayat (2) di sebutkan bahwa setiap penugasan dalam rangka tugas pembantuan di tetapkan dengan peraturan perundang-undangan.peraturan perundang-undangan yang di maksudkan di sini tidak harus berbentuk UU,melainkan juga dapat berbentuk peraturan pemerintah,Keputusan Presiden,dan peraturan lainnya yang sejenis. Sampai saat ini baru ada PP Nomor 52 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan Tugas pembantuan sebagai pedoman pelaksanaan tugas pembantuan bagi Pemerintah Pusat,Daerah maupun Desa. Sedangkan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur setiap penugasan dalam rangka tugas pembantuan belum berdata dengan lengkap.
Di dalam pasal-pasal tersebut di atas di kemukakan bahwa pihak yang memberikan tugas pembantuan adalah institut Pemerintah (Pemaerintah Pusat,Pemerintah Daerah propinsi,pemerintah Daerah Kabupaten/Kota).Sedangkan yang menerima tugas pembantuan adalah Daerah dan atau Desa sebagai Kesatuan masyarakat hukum. Manifestasi dari Daerah ataupun Desa adalah pada Kepala Daerah dan Kepala Desa.Hal tersebut tercermin dari bunyi pasal 17 PP Nomor 52 Tahun 2001,dimana penanggungjawab pelaksanaan tugas pembantuan adalah Kepala Daerah dan Kepala Desa.
Fenomena implementasi asas tugas pembantuan berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 menarik untuk dikaji secara mendalam. Terlebih lagi sampai saat ini belum ada buku yang secara khusus membahas secara tuntas mengenai hal tersebut. Disebut menarik karena asas tugas pembantuan nampaknya dijadikan strategi jalan keluar bagi pengurangan kewenangan yang sangat drastis bagi pemerintah pusat. Melalui asas tugas pembantuan, dana-dana dekonsentrasi yang semula dialokasikan kepada instansi vertika di kabupaten/kota dan propinsi pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, ditarik ke atas untuk kemudian didistribusikan kembali ke daerah melalui mekanisme tugas penbantuan. Asas ini sekaligus juga sebagai salah satu alat kendali pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui jalur keuangan. Selama ini pemerintah pusat mangendalikan daerah melalui tiga jalur yakni kewenangan, kepegawaian, serta keuangan. Setelah berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999, alat kendali pemerintah pusat hanya melalui keuangan saja, karena kewenangan dan kepegawaian sudah diserahkan kepada daerah.
Setelah UU Nomor 22 Tahun 1999 berusia sekitar lima tahun, implementasi asas tugas pembantuan masih relative terbatas. Implementasi yang nampak secara nyata barulah dari pemerintah pusat ke daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota. Sedangkan implementasi dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten ke desa masih sangat terbatas. Salah satu propinsi yang merintis pelaksanaan asas tugas pembantuan belum di laksanakan secara intensif. Salah satu diantaranya kesalahan persepsi mengenai pengertian tugas pembantuan yang dicampur adukan dengan pengertian pemberian bantuan. Padahal nilai yang dimaksimumkan dari asas tugas pembantuan adalah efektivitas dan efisiensi.
Berikut adalah Perbedaan Tugas Pembantuan dilihat dari beberapa perubahan Peraturan Perundang-undangan :
NO | URAIAN | UU NO 5 TAHUN 1974 | UU NO 22 TAHUN 1999 | UU NO 32 TAHUN 2004 |
1 | Hakekat Pengertian | Turut serta melaksanakan urusan pemerintahan | Penugasan dari pemerintah | Penugasan peerintahan |
2 | Institusi yang menugaskan | pemerintah pusat dan pemerintah provinsi saja | a. Pemerintah pusat b. Pemerintah provinsi c. Pemerintah kab/kota | a. Pemerintah pusat b. Pemerintah provinsi c. Pemerintah kab/kota |
3 | Institusi yang menerima penugasan | Provinsi dan Kabupaten | a. Daerah(Provinsi,kabupaten/kota) b. Desa | a. Daerah (provinsi,kabupaten/kota) b. Desa |
4 | Fasilitas yang menyertai | Aspek pembiayaan saja | a. Pembiayaan b. Sarana & prasarana c. SDM | a. Pembiayaan b. Sarana & prasarana c. SDM |
5 | Kewajiban penerima Tugas | Hanya mempertanggungjawabkan, yang melaporkan ialah yang menugaskan | a. Melaporkan pelaksanaan penugasan b. Mempertanggungjawabkan penugasan | a. Melaporkan pelaksanaan penugasan b. Mempertanggungjawabkan penugasan |
6 | Hak penerima tugas | Tidak punya hak untuk menolak | Ada hak untuk menolak jika tidak disertai pembiayaan, sarana dan prasarana dan SDM | Ada hak untuk menolak jika tidak disertai pembiayaan, sarana dan prasarana dan SDM |
B. ARAH PEMBERIAN TUGAS PEMBANTUAN
PUSAT |
KABUPATEN/KOTA |
DESA |
PROVINSI |
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
· Penyelenggaran Tugas Pembantuan mencakup :
a. Tugas Pembantuan Dari Pemerintah Pusat kepada Kepala Daerah dan Desa (APBN)
b. Tugas Pembantuan dari Provinsi kepada Kab/Kota dan Desa (APBD)
c. Tugas Pembantuan dari Kabupaten/Kota ke Desa
· Urusan Pemerintahan yand ditugaskan dari Pemerintah tertuang dalam Program dan kegiatan
· Urusan Pemerintahan yang ditugaskan dari Prov/Kab/Kota tertuang dalam Program dan Kegiatan SKPD
· Penugasan urusan dari K/L kepada Gubernur Tidak Boleh Ditugaskan lagi kepada Bupati/Walikota
· Penugasan urusan dari K/L kepada Bupati/Walikota tidak boleh ditugaskan lagi kepada Kepala Desa
· Dasar hukum Penugasan urusan dituangkan dalam Peraturan Menteri / Pimpinan Lembaga setiap tahun setelah ditetapkannya RKA-KL
· Penyelenggaraan Tugas Pembantuan dari Pemerintah kepada Desa dilakukan dengan Persetujuan Presiden
· Urusan Pemerintahan yang ditugaskan dapat Dihentikan
C. PROSES PENGANGGARAN DANA TUGAS PEMBANTUAN
Menyampaikan RKA-KL dan peraturan menteri/pimpinan Lembaga tentang penugasan wewenang |
GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA |
Mengusulkan perangkat pengelola keuangan Tugas Pembantuan |
Menetapkan perangkat pengelola keuangan Tugas Pembantuan |
DJPB |
KEMENTERIAN / LEMBAGA |
DPRD PROV/KAB/KOTA |
Bahan Sinkronisasi pendanaan program dan kegiatan |
Memberitahukan RKA-KL pada saat pembahasan RAPBD |
D. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN TUGAS PEMBANTUAN (ASPEK MANAJERIAL)
MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA |
KEPALA BAPPENAS |
MENKEU |
MENDAGRI |
LAP.KEGIATAN |
LAP. KEGIATAN |
LAP.KEGIATAN GABUNGAN |
BAHAN LAP.KEGIATAN GABUNGAN |
BAPPEDA PROV/KAB/KOTA |
SKPD PROV/KAB/KOTA *) |
GUBERNUR /BUPATI/WALIKOTA **) (KEPALA DAERAH) |
*) SKPD kab/kota juga menyampaikan tembusan kepada SKPD provinsi yang tugas dan kewenangannya sama
*) Bupati/ Walikota juga menyampaikan lap. Gabungan kepada Gubernur melalui Bappeda Provinsi
E. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN TUGAS PEMBANTUAN (ASPEK AKUNTABILITAS)
KANWIL DJPB |
KANWIL DJKN |
KEMENTERIAN/LEMBAGA |
DJPK |
LAP.KEU GABUNGAN |
LAP.BARANG |
LAP.KEU |
LAP.BARANG GABUNGAN |
LAP.KEU GABUNGAN |
LAP.BARANG GABUNGAN |
BIRO/BAG. PERKAP. (KOORDINATOR UAPPB-W) |
BIRO/BAG KEUANGAN (KOORDINATOR UAAPPA-W) |
SKPD PROV/KAB/KOTA (UAKPA) |
DINAS PROV/KAB/KOTA (UAPPA/B-W) |
GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA (KEPALA DAERAH) |
3a |
2a |
1a |
1b |
2b |
3b |
F. STATUS BARANG HASIL PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN
KEGIATAN FISIK |
Berupa hasil kegiatan penunjang (pengadaan jasa dan penunjang lainnya) |
Ditatausahakan, digunakan dan dimanfaatkan oleh Pemda sebagai barang milik daerah |
DAPAT DIHIBAHKAN |
BARANG MILIK NEGARA |
Berupa : barang yang diperoleh dalam kegiatan fisik (pengadaan peralatan dan mesin, gedung dan bangunan |
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1, serta Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, yang dimaksud tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Pembiayaan Tugas Pembantuan dari Pemerintah kepada daerah sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sedangkan biaya penyelenggaraan Tugas Pembantuan dari Kabupaten kepada desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.
B. SARAN
Dalam penyelenggaraan Impelementasi Tugas Pembantuan, diharapkan Pemerintah Lebih memperhatikan lagi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam proses pelaksanaan Tugas Pembantuan, yaitu :
1. Keefektifan pemberian tugas pembantuan agar lebih sesuai dengan yang dibutuhka oleh daerah yang akan diberikan pelaksanaan tugas.
2. Kejelasan dan ketepatan dalam Pertanggungjawaban keuangan dana dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan
3. Adanya arah pemberian Tugas pembantuan yang jelas dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Wasisitiono, Sadu. Prof. 2006. Memahami Asas Tugas Pembantuan. Bandung: Fokus Media.
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
UU No 5 Tahun 1974
UU No Tahun 1999
UU No 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintah Daerah
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan berdasarkan PP No.7 Tahun 2008 pada Tataran Kebijakan dan Implementasi oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan
The earliest read this comprehensive article night vision devices, used during World War II, were rudimentary and had limited effectiveness.
BalasHapus